CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Jumat, 15 Januari 2010

Dunia masih kekurangan pekerja perminyakan


Kemarin sudah saya tuliskan bagaimana dunia saat ini sedang merana karena kondisi perekonomian yang “modal bin madul” alias “amburadul“. Silahkan baca : Harga minyak dan pasaran kerja tahun 2009. Harga minyak yang anjlok sepertiga dari harga sebelumnya membuat industri perminyakan kalang-kabut.
Bagaimana dengan ahli geologinya ?AAPG Explorer (ed. Januari 2009), sebuah majalah terbitan perkumpulan ahli geologi Amerika yang anggotanya sudah mendunia ini memberikan laporan kondisi lapangan kerja geosains. Artikel ini memberikan pandangan kondisi pasaran kerja untuk geoscience di perminyakan yang masih mengalami kesulitan yang unik.
Jumlah pekerjanya yang berpengalaman sangat kurang.
“Whaduh Pakdhe laris niih ?”
“Bukan itu yg perlu tahu thole, tetapi apakah ini hanya geoscience di perminyakan saja atau juga disiplin ilmu lain atau bahkan seluruh industri pada umumnya ?”
Kekurangan pekerja berpengalaman.

Gambar diatas dibuat tahun 2006. Dipublikasian ulang dalam Majalah Explorer edisi Januari 2009. Grafik diatas menunjukkan jumlah pekerja sesuai dengan usianya. Gambar itu menunjukkan bahwa banyak pekerja yang berpengalaman diatas 20tahun, tetapi langka pekerja yang berpengalaman dibawah 20 tahun. Kalau saja pekerja itu dimulai dari 20 tahun, bila usia pensiun itu tertinggi hanya 65, tentusaja akan lebih dari 50% yang pensiun tahun 2010.
Problem kelangkaan ini tidak hanya menghawatirkan satu perusahaan tetapi hampir seluruh industri perminyakan akan mengalaminya. Untuk mengatasi hal itu penarikan tenaga kerjapun masih terus harus dilakukan. Menurut perkiraan proses rekruitment ini masih akan terus diperlukan hingga tahun 2010.
“Wuiih lumayaaan, masih ada ‘hiring’ hingga 2010. Tapi abis itu gimana doonk ?”
Geoscientist itu unik
Masih berlangsungnya pengambilan tenaga kerja baru (hiring) ini juga diamati oleh David Brown, AAPG-Explorer correspondent yang dituliskannya juga bulan Januari 2009 disini. Dalam artikelnya David mengutip pendapat konsultan HR-nya wordlwideworker :
“Drilling has slowed down but G&G -the geologists and geophysicists, geoscience professionals – is in quite high demand,” said Anna Shchelokova, senior HR consultant for Worldwideworker.com in Houston.
Aktifitas drilling memang merupakan aktifitas operasi sedangkan geologist dan geophysicist merupakan pekerja peneliti semacam “research“. Disinilah bedanya. Dan inilah yang menyebabkan mengapa geosciencetist itu tidak bisa disamakan dengan tenaga profesional lain di dunia perminyakan. Geoscientoist itu tidak dapat dilakukan substitusi (pergantian) dari tenaga berprofesi komputasi.
Berbeda dengan drilling engineer yang dapat disubstitusi dari sarjana mesin, sarjana teknik listrik, bahkan ada salah satu drilling engineer Unocal (skarang Chevron) yang berasal dari sarjana kimia. Demikian juga proccess engineer yang bisa di-substitusi dari sarjana atau tenaga-tenagan insinyur bidang lainnya (misal sarjana elektro, mesin, kimia dsb).
Dimana saja yang kekurangan dan kelebihan geoscientist ?

Cukup aneh kalau Indonesia masuk kategori kelebihan Geoscientist. Banyak perusahaan minyak di Indonesia yang berteriak-teriak kekurangan tenaga geologi. Namun barangkali yang terjadi adalah banyaknya “Geoscientist WN Indonesia” yang saat ini sudah bekerja di negeri-negeri yang kekurangan tenaga geologi. Yang tergambar diatas itu barangkali jumlah geoscience sesuai dengan kewarga negaraannya. Termasuk didalamnya India termasuk “dianggap” kelebihan geoscientist.
Atau memang barangkali secara global saat ini kekurangan geoscientist, hanya Indonesia termasuk “penghasil” geoscientist yang memiliki peluang untuk mengisi lowongan.
Great Crew Change
Bagaimana dengan jenis profesi selain geosains ?Di Industri perminyakan dikenal istilah “crew change“, pergantian kru. Pekerja migas banyak yang bekerja di daerah terpencil (remote area) selama 2 minggu dan seminggu berikutnya dirumah (off). Jadwalnya ada yang dikela 2-1, ada yang 2-2 dsb. Pergantian pekerja yang akan bekerja dan akan kembali istirahat ini disebut crew-change.
Dalam konferensi dunia ahli pengeboran (IADC) – Int’l Deepwater Drilling Conference di Rio de Janeiro, Brazil pada bulan Maret 2008 muncul istilah “Great Crew Change“. Yaitu pergantian pekerja tua ke pekerja muda. Hal ini jelas disebabkan karena secara demografi pekerja-pekerja usia lanjut sudah tidak akan mampu lagi mengisi atau mengerjakan pekerjaannya lagi. Namun dalam konferensi itu yang menjadi kekhawatiran adalah adanya gap yang cukup lebar antara pekerja senior dengan pekerja yunior. Diperkirakan gap pengalamannya dari 10-20 tahun.
“Lah trus gimana mengejar pengalaman ini Pakdhe?”
“Inilah yang dikhawatirkan dalam profesi pengeboran, pengalaman merupakan tolok ukur yang sangat penting ketimbang keahlian”
Alam memiliki keunikan untuk tiap-tiap daerah. Kondisi geologi di Delta Mahakam sangat berbeda dengan geologi di Sumatra tengah. Demikian juga teknologi berkembang sangat cepat. Drilling atau pengeboran merupakan aktifitas yang menggabungkan kedua keunikan tersebut. Pengalaman seseorang di derah tertentu dengan teknologi tertentu akan menjadi keahlian yang sangat unik. Pengeboran di laut dalam merupakan teknologi baru.
Tidak semua drilling engineer memiliki pengalaman dalam pengeboran yang mahal ini. Sehingga mendapatkan pengalaman unik ini merupakan “berkah” tersendiri bagi seorang drilling engineer beserta kru-nya. Pengalaman inilah yang sering menjadi kunci dalam penarikan atau pengangkatan pegawai di perminyakan.
Selain itu tentusaja referensi atau network atau lebih tepatnya silaturahmi menjadi salah satu bagian penting dalam proses pengangkatan pegawai. Seperti yang pernah saya tuliskan sebelumnya dengan rumus 70-20-10. Artinya: 70% pengalaman; 20% training (networking); 10 % edukasi (pendidikan sekolah). Itulah sebabnya pengalaman menjadi hal yang paling berharga dalam sebuah CV (Curriculum Vittae).
Apa yang perlu dilakukan ?
Dalam eksekutif panel ketika Konferensi AAPG di Capetown, berkumpullah para petinggi dari perusahaan besar (Mario Carminatti, Petrobras executive manager, Christian J. Heine, Saudi Aramco, Rod Nelson, Schlumberger vice president, Jatinda Peters, manager HR for the India’s (ONGC) dan Scott Tinker, AAPG president.
Ada hal yang cukup mengagetkan juga dalam panel ini, terungkap juga ternyata India yang berpenduduk semilyar juga mengalami kesulitan tenaga kerja perminyakan.
“It seems odd. In the world’s moist populous region the biggest problem facing employers is the shortage of (qualified) people”.(The Economist)
Salah satu penyebab yang dikemukakan oleh HR dari India ini adalah ketidak tepatan antara akademiake dengan butuhan industri yang tergambar dibawah ini:
Akhirnya para panelist ini stuju untuk merumuskan strategi yang perlu dilakukan, termasuk diantaranya :
- Menjalin hubungan antara pekerja senior ini dengan sekolah (universitas)
- Memberikan materi/program untuk memperkaya kurikulum
- Menambah beasiswa
- Bekerja dirumah (work at home) Terutama untuk tenaga wanita.
- Sabattian
- Jenjang karier yang lebih jelas
- Mentoring termasuk memanfaatkan mereka yang sudah masuk usia pensiun
- Struktur profesi serta program pengembangan diri.
Nah apa yang sudah kita lakukan hingga saat ini ?
“Kita ? Loe aja kali … gwe enggak “ “Hallah !!”
Dongeng Terkait :
Sekolah:Training:Kerja = 10:20:70
Sekolah:Training:Kerja – 2 (Workplace Politics)
Harga minyak dan pasaran kerja tahun 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar